Minggu, 07 Oktober 2012


part 3, 'Getting Closer'

Esa memandangi jam tangan hitamnya, sudah jam 12.49, tinggal 11 menit lagi dan dia bisa pulang. Suntuk, dijejali pelajaran yang –menurutnya- membosankan.

“C’mon... cpet udahan donk,pak...!! ngomong mulu daritadi ga ada capeknya!” gerutu Esa dalam hati.

     Sebelas menit kemuadian, suara yang Esa nanti-nantikan pun terdengar juga, ‘kriiiinng...’ mata Esa yang semula sayu kini terbuka lebar dan tanpa disuruh langsung memasukkan buku n peralatan tulisnya ke dalam tas.

 “oke, sekian dulu pertemuan kita kali ini, kita ketemu lagi minggu depan, dan jangan lupa ya, tugasnya tadi, minggu depan saya periksa! Selamat siang”ujar Pak Siswoyo sambil menenteng tasnya keluar kelas.

 ‘huftt... pe’er lagi...’Esa hanya bisa menghembuskan nafas kEsal dan menenteng ranselnya, ia menengok ke belakang, dilihatnya Rama sedang berjalan ke bangku paling depan dengan membawa buku, tampaknya ia mencatat tugas yang ditulis Pak Siswoyo. Wajar kalo Rama sampek harus ke depan buat nyatet, terang saja, lha tulisannya pak Siswoyo keriting2 kayak rambutnya (-_-), ga mungkin bisa dibaca kalo dari belakang.

     Ingin sekali Esa pamit padanya, tapi... mengingat apa yang terjadi tadi pagi-saat Esa dicuekin- membuat Esa jadi ciut duluan, akhirnya dia memilih untuk berpaling dan meninggalkan kelas. Begitu Esa sampai di depan gerbang sekolah, dia menengok ke kanan dan kekirI.

“lo,, pak ujang mana nih? Kok jam segini belum dateng si?!”.

Ia pun bersandar di depan gerbang, 5 menit, 10 menit,,,

 ‘capek ah!’ gerutu Esa dalam hati, mobil hitam tumpangannya masi belum keliatan ujung bampernya (loh?!).

 ia pun memutuskan untuk kembali masuk ke dalam sekolah dan duduk di kursi taman sekolah, darisini dia bisa melihat kearah jalan raya sehingga dia bisa tahu kalau mobil jemputannya sudah datang. Esa pun mencoba menghubungi Pak Ujang.

”halo, pak..?! kok belum dateng si?”tanya Esa begitu panggilannya diterima.

 “iya maaf den, ini pak Ujang habis nganterin nenek aden check up ke dokter, nah ini pas mau jemput aden, eh dijalan macet, habis ada kecelakaan.. bentar ya den..”

Esa jadi ingat, kalau neneknya memang sedang sakit “ya deh, cepet ya pak..”.

“iya den, 20 menit lagi ya..”ujar pak ujang, Esa pun memutuskan panggilannya dan menunggu dengan wajah kusut.

Dia paling tidak suka jika harus menunggu, apalagi sejak tadi dia sudah sumpek dengan pelajaran.

’grr... sapa sih, pake acara kecalakaan segala, dah sakit bikin macet lagi!’

buset,, jahat banget si lu Sa, emang org tu mau kecelakaan? Dah nasib kali! Udah mending situ tenang aja, kali aja ada hikmah dibalik cobaan, hehehe...  pada saat murung-murungnya, mata Esa menangkap sosok yang membuatnya sadar kembali, Rama! Sepertinya dia sudah selEsai mencatat tugas di papan tulis, kini dia berjalan menuju gerbang sekolah. Esa nyengir ga jelas dan segera memencet tombol pada hapenya.

“halo, pak ujang? Ga usa jemput deh pak, aku mau jalan kaki aja”katanya dengan senyum manisnya yang penuh arti, hehehe..

***
     Sulit untuk meyakinkan pak ujang yang ngeyel untuk menjemput ‘den’ Esa, namun Esa juga bersikeras untuk berjalan kaki dengan alasan ingin tahu jalan menuju rumah (?? Ga adakah alasan lain yang lebih meyakinkan?). akhirnya setelah berdiskusi dengan serius, Esa bisa bernafas lega, ia boleh jalan kaki.

     Esa pun segera membenarkan posisi  ranselnya dan berlari mengejar Rama. Esa bingung, rasanya baru sebentar dia menelfon pak ujang, tapi ia sudah kehilangan jejak Rama.

‘huuft...Rama kok cepet banget sih?’ gumamnya dalan hati, nafasnya agak tersengal-sengal setelah berlarian dari sekolah, ‘hufft.. dia keturunannya Flash kali ya..?!’.

 Dahaga hebat menderanya, meskipun bi ida seringkali mengingatkannya untuk ga jajan sembarangan, apalagi es, namun kali ini Esa benar-benar butuh air, air yang dingin! Kebetulah di dekat Esa berdiri, ada warung yang kelihatannya menjual es (keliahatan dari sachet2 pop ice yang bergelantungan di etalase warung dan beberapa jenis buah-buahan). Ia pun berjalan mendekati warung itu,matanya menjelajahi rentetan pop ice dengan berbagai rasa hingga akhirnya dia menjatuhkan pilihan pada pop ice rasa durian, ‘yep..! mantap nih’ langsung saja Esa masuk dan menemui penjual warung itu, seorang ibu2 paruh baya.

“bu, pop ice rasa duuuuuu...ren..”

perkataan Esa ini agak aneh ya? ‘du...ren..’ itu maksudnya apa coba? Sebenarnya pada saat Esa memEsan pop icenya, dia melihat sosok yang ia cari-cari daritadi, yep! Rama. Untuk beberapa saat Esa jadi tidak konsen pada bibirnya untuk berbicara.

 “dek? Pesen apa tadi dek?”tanya ibu tadi, keliahatannya ibu itu kurang bisa mendengar perkataan Esa yang –memang- tidak jelas, mata Esa yang untuk beberapa saat terpaku pada Rama yang sedang duduk sambil meminum pop icenya langsung bergerak lagi dan menatap ibu penjual es sambil nyengir.

”oh, iya, pop ice duren, bu”ujarnya.

”iya, tunggu sebentar ya..”ujar ibu itu sambil mengambil es batu. Esa pun duduk di kursi panjang tempat Rama duduk.

”hei ram..!” sapanya, tampaknya Rama baru menyadari kehadiran Esa, matanya langsung bergerak menatap Esa.

”Esa? “katanya keheranan melihat Esa ada disana,”kok belum pulang?”tanyanya sambil meletakkan gelas pop icenya di meja.

 “iya, jemputanku ga datang, jadi aku jalan kaki aja, toh ga begitu jauh”jawab Esa yang sedikit salah tingkah, ia tampaknya berusaha menghindari kontak mata dengan Rama, tenang aja Sa, dia bukan mentalist yang bisa baca pikiran kamu dengan ‘TATAAAP MATA SAYA...’.

 “oh..”jawab Rama singkat, pandangannya beralih lagi ke arah pop icenya dan mengambilnya.

Tak lama kemudian pop ice Esa sudah siap, Esa sengaja meminta untuk dibungkus di plastik biar bisa diminum sambil jalan, tentu hal ini dilakukan bukan tanpa alasan :P. Rama sudah menghabiskan segelas pop icenya dan merogoh sakunya.

“sudah bu.”ujarnya sambil meletakkan uang Rp.1000 di meja yang langsung disambut oleh ibu penjual es.

”iya dek, makasih ya..” kata ibu penjual es itu.

”sa, aku duluan ya..”kata Rama pada Esa.

”eh, bareng dong, rumah kita kan satu arah”pinta Esa sambil beranjak dari kursi panjang.

“ooh.. ayo deh” jawab Rama.

‘aseek... ga rugi deh, pak ujang ga jemput’pikir Esa sambil berjalan menyusul Rama.

”eh, bayar dulu tuh!”seru Rama.

Esa kaget, ia lupa kalau ia belum membayar pop icenya, iapun berbalik dan melihat ibu itu hanya tertawa kecil.

”oh iya! Tunggu bentar”Esa pun merogoh dompetnya dan mengeluarkan uang 5 ribu,”ini bu, maaf kelupaan tadi, hehe”kata Esa sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.

”haha.. iya gapapa dek, ini kembaliannya ya, terimakasih, selamat datang kembali..”, ujar ibu itu sambil menyodorkan 4 lembar uang seribuan pada Esa sementara esa termenung sesaaT.

‘ceilee…. Jual es aja gayanya kayak kasir indomaret aje..’. Esapun mengambil dan segera memasukkannya dalam dompetnya.

”iya, sama2 bu”ujarnya dan berlari kecil menyusul Rama.

Rama mulai melangkahkan kakinya begitu Esa menyusulnya, mereka pun berjalan menyusuri trotoar. 10 menit berlalu tanpa ada percakapan, Rama berjalan dengan langkah santai dan kedua tangan ia masukkan kedalam saku celananya, sementara Esa berjalan dengan canggung dan kepala agak menunduk. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk mencairkan suasana.

’aku mesti nemu topik nih’gumamnya dalam hati. Ia pun mencoba memulai percakapan.

”ram.”panggilnya pelan pada Rama.

”hmm”jawab Rama datar.

”kenapa si kamu diem?”tanya Esa dengan hati-hati.

”soalnya aku ga ribut”

Buset.. jawaban macam apa tuh, itu Cuma sinonimx doang.. (-_-),

“maksudku, kenapa ga suka berbaur ma temen2 lain, ngobrol-ngobrol gitu?”tanya Esa dengan nada agak gemas.

Rama hanya diam, dia terus melangkah dengan santai seolah ia tak mendengar pertanyaan Esa, hingga akhirnya bibirnya bergerak juga”soalnya aku ga pandai bergaul”.

 Jawaban Rama membuat Esa terdiam sEsaat. Memang sih, ada orang yang seperti itu, tapi tetap saja Esa tidak mengerti, apa susahnya coba, sekedar nimbrung sama temen2, ngobrolin hal2 yang ga penting...

 “tapi kalo kamu sudah bisa bergaul, berarti ntar ga diem dong?”satu lagi pertanyaan konyol, tampaknya Esa sudah terpengaruh oleh Sandi.

 Rama menoleh pada Rama, alisnya mengeryit keheranan dengan pertanyaan yang tidak umum dia dengar dan tahu itu.

”hm.. mungkin”jawabnya singkat dan kembali pada arah pandangannya semula.

Esa tersenyum dan memberanikan diri untuk merangkul pundak Rama.

”kalo gitu, mulai sekarang aku jadi temen baikmu deh,”

Sontak Rama sedikit terkejut dan menatap Esa dengan mata agak melebar.

”jadi kamu jangan diem lagi ke aku, oke!”seru Esa sambil nyengir kuda dan menepuk2 pundak Esa, agak keras sebenarnya.

Dan untuk pertama kalinya Esa melihat Rama tersenyum, ia tersenyum tipis sambil menggeleng2kan kepalanya, bukan geleng2 karena menolak ato karena dia anak dugem (??),  tapi karena heran melihat sikap Esa yang tidak biasa ia temui.

”eh, kok senyum2 sih..?! gimana? Mau kan jadi temen baikku?”tanya Esa sedikit gemas sambil menggoncang2 pundak Rama yang kurus itu.

 Rama melepaskan tangan Esa dari pundaknya lalu menjabatnya sambil tersenyum.

”oke, teman baik”.

Bibir Esa melengkung lebar, hatinya berbunga-bunga sekarang, rasanya seperti terbang menembuh langit ketujuh, hehehe...

“sip..! jadi jangan diem2 lagi ya.. bisa2 kamu dikira ‘Pemakan Bayi’ loh, hehehe..”.

mendengar gurauan Esa, Rama hanya tersenyum tipis. Sungguh indah senyum Rama, membuat Esa jadi ingin selalu memandangnya.

”oh iya, nomer hapemu berapa?”tanya Esa sambil mengeluarkan handphonenya.

 “083847852xxx”jawab Rama, dengan sigap Esa menekan tombol-tombol sesuai dengan nomer yang Rama sebutkan.

“oke sip.”Esa pun menaruh lagi hapenya dan kembali bertanya pada Rama dan Rama menjawab, Esa bertanya dan Rama menjawab, begitu seterusnya, kadang mereka tertawa bersama, kadang Rama menjitak kepala Esa karena kekonyolannya, hingga di persimpangan mereka harus berpisah.

”besok lagi ya, see ya”seru Esa sambil melambaikan tangannya pada Rama.

”see ya”timpal Rama sambil mengangkat tangannya.

Esa pun berbalik dan berjalan kerumahnya, bibirnya tak henti2nya tersenyum mengingat momen2 bersama Rama tadi.

’asiik... akhirnya bisa deket juga ma dia’gumam Esa dalam hati. Ia pun melangkah riang sambil bersiul ke istananya,”wah, ga kerasa sampek juga”ujarnya sambil membuka pintu gerbang.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar