Senin, 08 Oktober 2012


part 4, 'It's so hard to see your smile'
Esoknya, Esa sudah siap pada pukul 5.45. ia pun berjalan menyusuri ruang tamu menuju pintu depan.

”bi’, Esa berangkat dulu..”ujarnya dengan suara lantang.

”oh iya den, bekalnya sudah dibawa?” tanya bi ida yang baru dari dapur.

”sudah.. “jawab Esa lantang dan membuka pintu depan.

Di luar, pak ujang sudah standby dan mengelap mobil hitam tunggangan Esa.

”berangkat den?” tanyanya sambil mengeluarkan kunci kontak

”iya, ayok, keburu telat nih”ujar Esa sambil membuka pintu mobil dan masuk dengan agak tergEsa.

”yah, masih jam berapa si den..?”cibir pak ujang yang juga memasuki mobil dan menghidupkan mesin.

”ntar bisa kelewatan momen penting soalnya!”kilah Esa sambil menutup pintu mobil.

”wah.. gayanya aden kayak wartawan gossip aja..”cibir pak ujang lagi, Esa jadi gemas mendengarnya.

”aah.. udah deh pak, langsung aja tancap gas! Capcus!”katanya dengan nada agak jengkel.

“oke..oke”jawab pak ujang santai.

 Pak ujang ini pagi2 dah bikin emosi. Rambutnya cepak, pake kacamata hitam kemana-mana, kayak kuda lumping. Kalo menurut Esa, pak ujang ini kw1nya pak ogah, ngeselin banget!

 Sepanjang perjalanan Esa memandang trotoar yang kemarin ia lewati bersama Rama, ia ingin tahu apakah Rama sudah berangkat apa belum karena dari tadi dia belum menemukan sosoknya. Selang beberapa lama, sekitar 40 meter dari gerbang sekolah, Esa melihat sosoknya, sedang berjalan dengan gayanya yang santai. Esa tersenyum dan merebahkan punggungnya pada sandaran kursi mobilnya yang nyaman. Tak lama kemudian, sampailah mobil hitam nan exclusif itu di depan gerbang sma x, Esa pun membuka pintu dan bergegas keluar.

“pak, ntar pulangnya ga usa jemput ya”kata Esa sebelum menutup pintu mobilnya.

”loh, kenapa den? Masa’ jalan kaki lagi?”

”iya, biar ga nambah polusi pak.. hemat bensin lagi”kilahnya

 “yah.. aden.. ntar kalo tuan tahu gimana? Ntar pak ujang dikira makan gaji buta, lagi,..”protes pak ujang.

 tuh kan.. ini.. ini yang bikin Esa kesel, ngeyelx pak ujang ini minta sambit! Mesti ga cukup sekali-dua kali merajuk untuk dapetin ‘iya’nya pak ujang, huuft... ampun deh. Dari kejauhan, sosok Rama sudah terlihat.

”waduh,, udah pokoknya ga usa jemput daripada ntar melongo disini, soalnya aku bakal jalan kaki ntar, daah pak..”ujar Esa sambil buru-buru menutup pintunya sebelum dia mendengar kata ‘tapi’ dari pak ujang, ia tidak ingin hal ini dilihat dan didengar oleh Rama.

 Esa pun bergegas menuju kelasnya yang masih kosong. Ia berhenti di bangkunya, di depan sebelah pintu, namun ia melewatinya dan berjalan menuju bangku di sudut belakang ruangan. Begitu sampai, Esa langsung menggeser kursinya dan mendudukinya. Untuk beberapa saat Esa duduk manis disana, menanti si empunya bangku. Akhirnya datang juga..! Rama muncul dari balik pintu kelas dan berjalan menuju bangkunya, sementara Esa pura2 sibuk dengan hapenya.langkah kaki Rama kian mendekat, Rama memandangi Esa dengan sedikit heran, Esa menangkap pandangan itu dan nyengir padanya.

”hehe.. boleh kan, duduk disini?”tanyanya  pada Rama yang sudah sampai di bangkunya.

”boleh2 aja.. tapi ntar sandi gimana?”kata Rama berbalik bertanya dan menggeser kursinya lalu mendudukinya.

”ga papa lagi, dia juga pasti ga keberatan”kata Esa santai, dengan pedenya ia bilang begitu, padahal dia baru 3 hari di sekolah itu.

-hehe.. nyengir2 kayak pak ujang lu-

‘APA,,!!? Buset dah, ngasi ejekan ngira2 dulu donk! Masak aku disamain ma pak ogah ntu!’

- yaa... terserah lah maunya lakon utama apa-

sementara itu Rama hanya mangut2 pelan.
’”tugas matematikanya dah kelar belum”tanyanya pada Esa yang masih sok sibuk dengan hapenya.

”eh, oh.. belumm”.

hal yang tabu kalo Esa sudah selesai mengerjakan tugas tepat waktu, apalagi matematika! Lagian tugas itu dikumpulkan minggu depan, terang saja Esa santai, damai sentosa, adil dan makmur.

”nih, aku dah selesai”kata Rama sambil menyodorkan buku tugasnya, mata Esa terbelalak. Padahal itu tugas minggu depan tapi sudah dia kerjakan dalam sehari tapi ga Cuma itu yang bikin Esa terkejut, baik sekali Rama menyodorkan tugasnya dengan sukarela, seperti dia sedang memberi makan kucing. Sebenarnya Esa merasa kurang nyaman dengan perlakuan Rama seperti ini. Seakan-akan dia datang berteman hanya untuk minta contekan, bukan itu yang Esa harapkan.

”wah.. dah kelar? Rajin banget kamu,ram..?”ujar Esa dengan senyum getir, Rama tak membalas pujiannya dan bersandar pada kursinya. Esa-pun mengambil buku yang Rama sodorkan dan membukanya, halaman per halaman, hingga ia temukan tugas kemarin. Untuk beberapa saat Esa hanya memandangi isi halaman itu dengan serius lalu menutupnya kembali.

”ini ram, makasih ya..”ujarnya sambil menggeser buku tugas berwarna merah itu ke hadapan Rama.

 “loh, sudah selEsai? Masa’ Cuma kamu liatin, ga kamu tulis?”tanya Rama heran, mendengar itu Esa hanya tersenyum.

”hehe,, aku ga bawa bukunya, lagian aku bisa ngerjakan sendiri kok, asal tahu langkahnya, jadi tadi aku lihat langkah2nya dan sekarang aku dah paham.”ujarnya dengan senyum yang manis, sementara Rama terdiam seribu bahasa. Dia sama sekali tidak mengerti jalan pikiran Esa, dia hanya bisa tersenyum penuh arti dan memasukkan kembali buku tugasnya itu ke dalam tasnya.
***
Beberapa lama kemudian, siswa-sisiwi lain mulai berdatangan, mereka tampaknya melihat ada sesuatu yang janggal di sudut ruangan, si anak baru duduk ama si balok es? Busyeett.. nekat amat tu anak.

Esa  hanya nyengir kuda ketika sandi datang, dia celingukan, bingung kenapa teman sebangkunya ga ada, lebih heran lagi ketika dia tahu Esa lebih memilih bangku Rama yang super dingin itu. Dengan sedikit berbisik, dia memanggil Esa.

”huussh,, oi, sini kau!?”bisiknya dengan menggeram. Esa pun menghampirinya,”heh, kenapa kamu pindah kEsana?”ujarnya dengan nada tertahan.

”loh, emang napa? Kasian dia sendiri..”ujar Esa dengan nada memelas.

”wah,, mang kamu ga kasiam ma aku?! Entar kan ada kimia sa..”kali ini sandi yang sedikit memelas.

Esa tahu kalau sandi sangat lemah dalam ilmu exact yang banyak itung2annya, terlebih kimia, bahkan dia lebih parah daripada Esa. “iya deh... ntar pas kimia aku balik lagi kesini”ujar Esa santai dan meninggalkan bangku sandi sebelum sandi banyak protes.

“sandi beneran ga apa-apa?”tanya Rama  begitu Esa duduk di kursi sebelahnya.

”gapapa.. ntar pas kimia aku duduk sana kok.”ujar Esa, Rama terdiam. Bel masuk berdering dan pelajaranpun dimulai begitu guru Bahasa Indonesia, Bu Aini memasuki kelas.

(ditengah pelajaran)
Lebih dari separuh jam pelajaran  Esa merasa tidak tenang, tidak seperti saat duduk bersama sandi,saat ini dia canggung sekali. Daritadi Rama hanya mendiamkannya dan celakanya Esa –entah kenapa- sama sekali tidak punya bahan untuk diperbincangkan. Dia tahu kalau Rama adalah tipe orang yang hanya ‘mendengar’ dan ‘menjawab’, dia mungkin tak akan mau memulai perbincangan kalau tidak penting sekali. Hal ini yang membuat Esa jadi salting tidak karuan sperti orang ambeien 3 bulan, dia bukan orang yang betah diam-diaman dalam waktu yang lama. Ingin rasanya Esa berteriak memanggil sandi.

 ‘sandii... tolongin akuuuu... aku mati membeku disiniii..!!’ gumam Esa dalam hati.

 Seakan bisa mendengar jeritan hati Esa, Rama mulai angkat bicara.

”sa..”panggilnya pelan, Esa langsung terbelalak dan spontan menoleh ke arah Rama.

”a..apa ram?”jawabnya dengan senyumnya yang sedikit dipaksakan.

”kenapa si, kamu mau duduk sama aku?”tanyanya dengan pandangannya lurus ke papan tulis dan mencatat,dia tampak ringan sekali menanyakan suatu pertanyaan yang sebenarnya sangat emosional itu.

Esa memandangnya heran,”ya kan, karena kita teman”jawabnya dengan lugu.

”kenapa kamu mau berteman ma aku?”tanya Rama lagi, masih sibuk dengan catatannya.

 “karena.. karenaa...”Esa tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

Pertanyaan ini merupakan jebakan yang mematikan baginya. Jika dia jujur, bahwa dia berusaha mendekatinya karena menyukainya.. bisa-bisa itu merupakan hari terakhir bagi Esa untuk bersamanya lagi, Rama pasti merasa jijik padanya dan menghindarinya, ‘tidaaak...’.

sebaliknya, jika mencoba menjawab dengan jawaban lain, Esa tidak bisa menemukan jawaban yang pas. “karena ingin nyontek kah?”tanya Rama lagi, seakan tidak berbelas kasih pada Esa untuk berpikir.

”enggak,lah?! Aku bukan orang kayak gitu..!”ujar Esa dengan jeritan yang tertahan, dia tidak ingin orang lain mendengarnya.

 Kali ini Rama menghentikan kegiatan mencatatnya dan menoleh pada Esa,”terus?”tanyanya, matanya yang sendu menatap dalam-dalam mata Esa.

 Esa hanya diam, pikirannya berhamburan kemana-mana. Ribuan alternatif dan kemungkinan bermunculan bagai angin ribut, tapi tak satupun yang dapat membuat Esa yakin kalau itu adalah jawaban yang tepat. Rama masih menatapnya dengan sendu, Esa tak kuat lagi untuk menahannya. Ketika bibir Esa sudah bergetar untuk mengucapkannya...

”kriiing...”

 bel jam ketiga telah berbunyi, bu aini segera membereskan barang-barangnya dan berpamitan pada murid-murid. Kelaspun kembali Ramai, dan sandi sudah melambai-lambaikan tangannya pada Esa tanda ia harus kembali ke bangkunya, jam ketiga memang diisi oleh pelajaran kimia.

Yah.. setidaknya Esa punya alasan untuk ‘menangguhkan’ dulu jawabannya dan memikirkannya dengan tenang di bangkunya yang berhantu (bisa ditebak hantunya siapa).

 “ram.. aku balik kesana ya, ntar habis istirahat aku duduk sini lagi”pamit Esa dengan hati-hati, seakan takut jika salah bicara, Rama akan memakannya.

 “iya..”sahut Rama yang kini kembali pada pekerjaan mencatatnya dan tidak menghiraukan Esa yang berjalan dengan galau.

Begitu ia sampai di bangkunya, tubuhnya jadi berat. Ia tak tahu harus menjawab apa pada Rama. Dia tahu kalau Rama orangnya sensitif, dia ga ingin Rama menyangka kalau Esa mendekatinya karena ingin cipratan contekan. Mungkin selama ini Rama sudah banyak berpengalaman dengan teman-teman yang hanya memanfaatkannya, itulah kenapa dia selalu diam dan sendiri.

Huuft... Esa hanya menghembuskan nafas panjang dan mencoba untuk fokus pada pelajaran sambil sesekali pikirannya melayang pada pertanyaan Rama yang belum ia jawab.

Tampaknya sandi menangkap kemurungan yang melanda chairmatenya itu dan menepuk tangannya.

”eh, kanapa kamu?! Daritadi diem mulu”.

Seketika lamunan Esa buyar dan menoleh pada sandi.

”oh.. gapapa kok”sahutnya dengan senyum tertahan, sandi mngeryitkan alisnya tanda heran.

”ga biasanya kamu gini, Sa? Kenapa? kamu diapain sama si Rama?”suara sandi terdengar seperti sedang mengintrogasi tawanan perang saja.

”ah, nggak diapa-apain kok! Pertanyaanmu aneh banget si?”elak Esa yang sedikit gugup.

Sandi hanya terkekeh,”hehe.. pasti dikacangin ya.”

 Mendengar tebakan sandi, Esa hanya terdiam. Dia malas untuk menanggapi kata-kata sandi yang menurutnya tidak penting untuk dijawab, pikirannya kini hanya pada pelajaran kimia dan Rama.

‘ohh Rama... apa yang harus kulakukan supaya kamu bisa menerimaku.. setidaknya aku ingin menjadi sahabatmu. Sahabat yang senantiasa ada ketika kau senang maupun sedih, sehingga aku bisa mengerti maksud empatiku ketika melihat kesedihan dimatamu dan aku bisa menghapus kesedihan itu dan menggantinya dengan lengkung pelangi di bibirmu’.
***

Satu jam pelajaran kimia berakhir sudah, Esa sudah siap untuk meninggalkan bangku sandi dan ingin pindah ke bangku Rama.

“eh, mau kemana? Kok tasnya dibawa? Mau pulang?” sandi agak heran dengan sikap teman sebangkunya yang sudah menenteng ransel di bahunya.

”pulang?? Emangnya aku presiden, jam segini bisa pulang?!”semprot Esa pada sandi,”aku mau ke bangku Rama” kata Esa yang kini sudah beranjak dari kursinya.

‘hehe,, ku tinggal kamu sekarang, ulat bulu!’ seru Esa dalam hati.

Sandi hanya mendengus dan mengangkat pundaknya. Alangkah sial si Esa, sudah tersenyum bangga, begitu ia melihat ke arah bangku Rama, ternyata si melani sudah mengisi posisi di sebelah Rama.

Esa melongo, pundaknya serasa ditimpa sebongkah meteor, Baanggg,,,!!! Esa langsung duduk kembali ke kursinya dengan kEsal membuat sandi agak terkejut.

”loh, kenapa kamu? Katanya mau pindah? Pindah sana!”usir sandi pada Esa yang sudah melepaskan lagi ranselnya.

”ya, ntar! Kalo ada waktunya kimia lagi aku pindah, biar mampus kamu!” seru Esa dengan nada kEsal.

”bah..! jangan gitu, lah.... kita kan teman sejati to....”bujuk sandi yang kini menepuk-nepuk ringan bahu Esa.

Esa hanya menghembuskan nafas berat dan tiduran di bangkunya dengan berbantalkan kedua tangannya. Ia palingkan wajahnya ke arah bangku Rama. Melani tampaknya asyik membicarakan sesuatu, kelihatannya cerewet sekali, dari kejauhan tampak bibir yang tak henti-hentinya komat-kamit dan memainkan rambut panjangnya . sedangkan Rama hanya berpangku pada tangannya dengan pandangan yang kosong seolah tak menghiraukan ocehan melani. Esa hanya tersenyum tipis,’Rama.. Rama... kok bisa ada orang kayak kamu..’ batin Esa.

Matanya mulai terasa berat, ia ngantuk sekali (begitulah Esa kalo bosan jadi gampang ngantuk).

”san..”panggilnya.

 “hmm...”terdengar respon sandi di sampingnya yang sedang mengerjakan-atau mungkin menyalin- sesuatu.

”kalo ada gurunya, aku bangunin ya”pinta Esa dengan nada berat, sudah ngantuk sekali tampaknya.

”oke..”jawab sandi singkat dan Esa pun mulai memejamkan matanya, berharap jam ini kosong.

Beberapa detik kemudian.. ‘zzzzz....’

Setelah beberapa lama, sedikit demi sedikit mata Esa terbuka, matanya bergerak-gerak mengawasi sekelilingnya. Lingkungan yang dikenalnya.

 Seketika Esa terbangun, ‘ini kan di kelas, kok dah sepi?’ Esa segera mengeluarkan hapenya, dilihatnya sudah jam 3 sore, ‘haaah?!! Apa-apaan nih..! sandi monyeeeeett..!! kenapa ga bangunin aku..!!’

Esa jadi gemas-gemas sendiri. Dalam hati ingin rasanya menemui sandi dan menjedotkan kepalanya ke tembok.

 “awas kamu, San.  Pas kimia kutinggal, mampus lu!”gerutu Esa sambil menenteng tasnya dan berjalan keluar. Ketika ia sudah melewati pintu, di ujung koridor dilihatnya sosok pria berjalan. Mata Esa memicing untuk memperjelas pengluhatannya,’itu kan.. Rama..’ gumam Esa dalam hati, dia pun berlari kecil mengikuti pria yang kini sudah menghilang di belokan koridor. Begitu Esa sudah sampai pada belokan koridor, dilihatnya pria yang ia sangka Rama itu berjalan memasuki  sebuah pintu dari seng dan ia tutup kembali. Ketika ia berbalik untuk menutup pintu seng, Esa dapat melihat wajahnya,’ga salah lagi, itu pasti Rama’ batin Esa. Iapun berlari menuju pintu itu. Dengan perlahan ia buka sedikit pintu seng itu dan matanya mengintip sebentar untuk melihat keadaan, begitu ia rasa aman, iapun membuka pintu itu dan berjalan masuk.

 Di depannya tampak sebuah kebun yang dipenuhi dengan bunga berwarna-warni, sungguh indah... Esa sama sekali tak menyangka ada tempat seperti ini di sekolah yang ia tempati itu. Di sebelah kirinya, Esa melihat sebuah kolam kecil dengan sebuah pohon bEsar ditepinya dan Esa menangkap 2 sosok bayangan yang berjalan ke bagian belakang pohon bEsar itu. Esa pun berjalan perlahan menuju pohon itu untuk melihat siapa sosok yang bersembunyi di balik pohon bEsar itu. Begitu Esa sampai, dengan perlahan ia menengok ke bagian belakang pohon itu dan seketika mata Esa melebar.

Sosok pria itu benar-benar Rama dan sosok didepannya adalah melani.

‘apa yang mereka lakukan di tempat kayak gini?’ tanya Esa dalam hati, dan kegelisahan Esa itu langsung terjawab, Rama dan melani berpelukan dengan mesranya, membuat mata Esa melotot sampai mau copot, dia sama sekali tak menyangka hubungan Rama dan melani sampai sejauh itu.

Jantung Esa berdegub kencang bagai genderang, terlebih lagi ketika melani dengan nafsunya menciumi leher Rama yang ranum.

’sial kau melaniii..!! beraninya kau, monyeet!’ umpat Esa dalam hati, tubuh Esa sudah gemetar untuk berlari kesana dan mendorong tubuh melani jauh dari tubuh Rama, tapi keinginan itu kandas ketika mata Rama memandangnya, mata Esa melebar, jantungnya kian berdegub kencang, Rama tersenyum tipis padanya dan setelah itu.. bibir itu melumat bibir melani.


Seketika Esa tersadar, matanya melebar, jantungnya berdegub dengan kencangnya.

“eh, knapa kamu?! Tau-tau bangun kayak ada gempa aja”

Esa masih dengan ekspresi yang belum berubah mencoba mencerna suara disampingnya, ia palingkan wajahnya kesebelah kiri, dilihatnya sandi dengan alis yang mengeryit keheranan.

“oh, God....”dEsah Esa yang menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, dirasakannya peluh dingin yang membasahi wajah dan lehernya. Dalam hati Esa bersyukur karena itu semua hanya mimpi. Masih jelas terukir pemandangan yang ia saksikan dalam mimpinya itu. Esa kembali menunjukkan wajahnya yang ia sembunyikan dibalik kedua tangannya.

“jam kosong nih?” tanya Esa pada sandi.

”iya, pak Jadi keluar kota. Tuh tugasnya di papan tulis”ujar sandi sambil menganggukan wajahnya ke arah papan tulis.

 Esa pun berbalik ke arah papan tulis, tugas LKS Pkn halaman 12-17, ‘huuft... banyak banget’ keluh Esa dalam hati.

 Ia pun menoleh ke arah bangku Rama, sekedar memastikan keadaan pria pujaannya itu. Esa sedikit heran ketika Rama dan melani tidak ada di bangku itu. Esa pun beranjak dari kursinya dan mengamati sekelilingnya, tapi dua sosok itu tak dapat ia temukan. Bagaikan orkhestra, jantung Esa yang tadi mulai berdetak normal, sedikit demi sedikit mulai terpacu lagi.

Wajah Esa terlihat panik seperti baru saja kehilangan barang berharganya. Ia pun mampir ke bangku dika yang tak begitu jauh dari bangku Rama.

”dik, Rama mana?”tanyanya pada dika yang sedang sibuk smsan, untuk beberapa saat mata dika beralih menatap Esa lalu kembali menatap layar hapenya sambil berbicara.

”ohh.. tadi kayaknya dia diajak melani keluar”.

jantung Esa kembali terpacu lebih agresif, dan peluh dingin mulai menitik kembali.

”ke.. kemana?”tanya Esa lagi.

 “ga tau.. coba tanya aja ke melani ato Rama kalo dah balik”ujar dika sambil cengengEsan.

 Itu buka jawaban yang memuasakan bagi Esa, Esa pun segera meninggalkan tempat itu dan berlari kecil meninggalkan kelas.

‘ga mungkin sa, ga mungkin.. itu Cuma mimpi, ga bakal jadi kenyataan..!’ sugesti Esa, kini ia menyusuri koridor yang sama seperti dalam mimpinya, ia berbelok dan... dengan sedikit terengah-engah Esa melihat ada pintu seng, sama persis seperti yang Esa lihat dalam mimpinya.

‘oh my God.. mungkinkah mimpiku jadi kenyataan..? ato mungkin aku masi ada dalam mimpi?’

Esa pun mencubit tangannya, sakit, lalu ia menampar pipinya sendiri.

 ‘sadar, sadar, sadar, sadar Esa..!! SADARRR..’ ujar Esa dalam hati sambil menepuk2 pipinya, ia tak sadar kalo beberapa pasang mata memandangnya dengan pandangan heran, iba, bahkan mengejek.

Esa pun memberanikan diri untuk berjalan mendekati pintu seng itu. Dibukanya perlahan dan matanya mengintip dibalik celah pintu. Tidak seperti yang ia lihat dalam mimpi, disana tidak ada hamparan bunga warna-warni, Cuma rumput dan semak belukar. Esa pun memasuki tempat itu, ia menengok sebelah kirinya dan benar ada kolam kecil dan pohon bEsar. Jantung Esa masih berdegub kencang dan makin kencang ketika ia melihat sosok lelaki bersandar di batang pohon bEsar itu. Dengan perlahan dan canggung Esa berjalan menghampiri sosok itu. Semakin dekat, semakin jelas kalau lelaki yang bersandar di batang pohon itu adalah Rama, tangannya ia lipat di perutnya dan matanya terpejam dengan damainya, seolah sangat menikmati hembusan angin sepoi  disana.

 Dengan hati-hati Esa-pun duduk di sebelah Rama, ia agak lega mengetahui tak ada tanda-tanda penampakan melani disana.

’huuft.... ternyata Cuma mimpi’ ujar Esa dalam hati sambil menghembuskan nafas panjang.

Tampaknya Rama menyadari kehadiran seseorang disampingnya, ia pun membuka matanya dan menatap sosok disampingnya.

”Esa?”panggilnya, Esa sontak agak terkejut dan menoleh ke arah suara tersebut,”ngapain kamu disini”tanya Rama  yang kini membenarkan posisi duduknya.

“eee.... ga ngapa-ngapain, tadi iseng aja nemu tempat ini, eh taunya ada kamu, ya udah aku samperin”kilah Esa dengan senyumnya.

Rama hanya mengeryitkan alisnya kemudian mengucek matanya.

“ram..” panggil Esa.

 “hmm..”jawab Rama tanpa menoleh.

”ehm.. melani mana? Aku nyariin dia daritadi” tanya Esa.

”di kantin kali, tadi dia ngajakin aku ke kantin. Berhubung rame jadi males aku, kutinggal deh kesini”ujar Rama membuat Esa manggut-manggut.

 Setelah itu keduanya diam kembali.

Esa pun angkat bicara,”tentang pertanyaanmu tadi pagi..”

 “gapapa, ga perlu dijawab kok”kata Rama dengan santainya.

 Esa hanya tertunduk diam.

”ayo dah, balik ke kelas”kata Rama yang bersiap untuk berdiri.

”aku ga ada maksud lain kok, apalagi cuma buat nyari contekan”kata-kata Esa kontan menghentikan gerakan Rama.

Rama pun menoleh Esa yang masih menundukkan wajahnya.

”aku Cuma pengen temenan ma kamu, sama seperti temen-temen lainnya” Esa-pun memberanikan diri menatap mata Rama.

 Setelah agak lama mereka saling pandang, seakan mencoba memahami satu sama lain, Rama pun memalingkan pandangannya dan kembali menyandarkan punggungnya ke batang pohon itu. Sejenak mereka diam, dan tiba-tiba tertawa kecil.

 “baru kali ini ada yang bilang mau temenan ma aku”katanya, Esa hanya terdiam, dan Rama masih tersenyum tipis dengan pandangannya yang kosong.

”aku beda sama kalian”kata Rama kali membuat Esa menoleh dengan pandangan ingin tahu.

”aku bukan dari keluarga yang kaya seperti kalian semua, aku bisa sekolah disini ga lain karena beasiswa”terang Rama.

”jadi.. karena itu kamu ga mau membaur ma anak-anak?”tanya Esa.

Rama terdiam sesaat.“aku malu, sa.. apa yang mereka obrolin juga aku ga nyambung, yang mereka obrolin cm handphone terbaru, motor, facebook, twiter.. mereka cuma obrolin apa yang aku ga punya.”

Esa kini termenung oleh ucapan Rama. Dia sama sekali tidak menyadari kalau Rama berbeda dengan teman-temannya yang lain. Ini sekolah swasta yang terkenal dengan prestasinya juga dengan biayanya yang sangat mahal,(RSBI soalnya) jadi pantas jika yang sekolah disana adalah siswa-siswa dari keluarga kaya raya.

 Di kelasnya saja blackberry dan iphone bukan hal luar biasa lagi.. (padahal Esa Cuma pake hape biasa, tapi berbasis android sih.. hehehe). Andai Esa menjadi Rama, tentu dia akan merasa terasing juga, tapi..

”tapi, anak-anak ga pernah permasalain keadaan ekonomimu kok, mereka malah kagum sama kamu.”hibur Esa, ia mencoba untuk meyakinkan Rama bahwa dia bukan orang rendahan seperti yang Rama pikirkan.

”makasih Sa, tapi sejauh ini yang kulihat dan kualami, mereka Cuma dateng saat mereka butuh doang. Aku bosen diperlakuin kayak gitu.”terangnya.

Esa pun bangkit dari sandarannya dan menatap wajah Rama dengan pandangan penuh arti, Rama hanya memandangnya dengan heran.

”kan waktu itu aku dah bilang, kalo aku mau jadi temenmu, aku ga peduli kamu pinter, ga kaya ato yang lainnya. Aku Cuma pingin jadi temenmu, aku juga ga bakal nyontek ke kamu kalo mang kamu keberatan, tapi aku pingin diajari biar bisa.”kata-kata Esa membuat Rama termenung memandangnya dan menundukkan wajahnya.

”sebenernya aku sama sekali nggak keberatan kok, kalau kalian nyontek ke aku, kalo itu memang bisa ndeketin aku sama kalian. Aku ga keberatan”ujarnya pelan.

Esa hanya terdiam. Rama pun bangkit dan berjalan meninggalkan pohon bEsar,”aku balik ke kelas dulu”katanya pelan.

 Esa tak bergeming, ia hanya bersandar pada batang pohon yang keras sambil memandang Rama yang berjalan kian menjauh dan akhirnya menghilang di balik pintu seng.

Tanpa terasa, setetes embun mengalir dari ujung kedua mata Esa, ia terisak pelan dan membenamkan wajahnya diantara kedua lengannya yang ia kalungkan pada lututnya.

”Rama... susah banget sih.. sekedar ingin jadi temenmu.. tau ga sih kamu, simpati dan empatiku ke kamu tulus, aku ga butuh contekan, aku ga butuh uang, yang kubutuhkan Cuma bisa dekat denganmu dan melihat senyummu setiap saat. Cuma itu ram...”isaknya pelan.

 Sementara Rama sedang berjalan menuju kelas dengan langkah santainya meskipun kepalanya menunduk seperti tertimpa beban yang berat. Entah kenapa dia merasa seperti bukan dia yang dulu, Rama yang cuek dan pendiam. Semenjak ada murid baru itu, kecuekannya dan sikapnya yang dingin mulai terkikis.

‘nggak, aku nggak bisa seperti ini. Aku harus seperti aku yang dulu. Aku ga mau dipermainkan oleh orang-orang kaya seperti mereka. Tapi.. apakah mungkin Esa berbeda? Apa dia benar-benar mau jadi temanku? Apa maunya yang sebenarnya?’

 semua pertanyaan itu terus berputar-putar dalam benaknya dan begitu ia sampai di ambang pintu kelas, ia pun memutuskan untuk melupakannya untuk sementara waktu.

’yap.. waktunya sekola’ gumamnya dalam hati sambil duduk di kursinya dan membuka lks Pkn-nya. Rama pun mengerjakan tugas itu sendiri, disaat teman-temannya yang lain asyik mengobrol, bermain dan makan, juga disaat temannya yang lain duduk sendirian menangisinya.
***

Minggu, 07 Oktober 2012


part 3, 'Getting Closer'

Esa memandangi jam tangan hitamnya, sudah jam 12.49, tinggal 11 menit lagi dan dia bisa pulang. Suntuk, dijejali pelajaran yang –menurutnya- membosankan.

“C’mon... cpet udahan donk,pak...!! ngomong mulu daritadi ga ada capeknya!” gerutu Esa dalam hati.

     Sebelas menit kemuadian, suara yang Esa nanti-nantikan pun terdengar juga, ‘kriiiinng...’ mata Esa yang semula sayu kini terbuka lebar dan tanpa disuruh langsung memasukkan buku n peralatan tulisnya ke dalam tas.

 “oke, sekian dulu pertemuan kita kali ini, kita ketemu lagi minggu depan, dan jangan lupa ya, tugasnya tadi, minggu depan saya periksa! Selamat siang”ujar Pak Siswoyo sambil menenteng tasnya keluar kelas.

 ‘huftt... pe’er lagi...’Esa hanya bisa menghembuskan nafas kEsal dan menenteng ranselnya, ia menengok ke belakang, dilihatnya Rama sedang berjalan ke bangku paling depan dengan membawa buku, tampaknya ia mencatat tugas yang ditulis Pak Siswoyo. Wajar kalo Rama sampek harus ke depan buat nyatet, terang saja, lha tulisannya pak Siswoyo keriting2 kayak rambutnya (-_-), ga mungkin bisa dibaca kalo dari belakang.

     Ingin sekali Esa pamit padanya, tapi... mengingat apa yang terjadi tadi pagi-saat Esa dicuekin- membuat Esa jadi ciut duluan, akhirnya dia memilih untuk berpaling dan meninggalkan kelas. Begitu Esa sampai di depan gerbang sekolah, dia menengok ke kanan dan kekirI.

“lo,, pak ujang mana nih? Kok jam segini belum dateng si?!”.

Ia pun bersandar di depan gerbang, 5 menit, 10 menit,,,

 ‘capek ah!’ gerutu Esa dalam hati, mobil hitam tumpangannya masi belum keliatan ujung bampernya (loh?!).

 ia pun memutuskan untuk kembali masuk ke dalam sekolah dan duduk di kursi taman sekolah, darisini dia bisa melihat kearah jalan raya sehingga dia bisa tahu kalau mobil jemputannya sudah datang. Esa pun mencoba menghubungi Pak Ujang.

”halo, pak..?! kok belum dateng si?”tanya Esa begitu panggilannya diterima.

 “iya maaf den, ini pak Ujang habis nganterin nenek aden check up ke dokter, nah ini pas mau jemput aden, eh dijalan macet, habis ada kecelakaan.. bentar ya den..”

Esa jadi ingat, kalau neneknya memang sedang sakit “ya deh, cepet ya pak..”.

“iya den, 20 menit lagi ya..”ujar pak ujang, Esa pun memutuskan panggilannya dan menunggu dengan wajah kusut.

Dia paling tidak suka jika harus menunggu, apalagi sejak tadi dia sudah sumpek dengan pelajaran.

’grr... sapa sih, pake acara kecalakaan segala, dah sakit bikin macet lagi!’

buset,, jahat banget si lu Sa, emang org tu mau kecelakaan? Dah nasib kali! Udah mending situ tenang aja, kali aja ada hikmah dibalik cobaan, hehehe...  pada saat murung-murungnya, mata Esa menangkap sosok yang membuatnya sadar kembali, Rama! Sepertinya dia sudah selEsai mencatat tugas di papan tulis, kini dia berjalan menuju gerbang sekolah. Esa nyengir ga jelas dan segera memencet tombol pada hapenya.

“halo, pak ujang? Ga usa jemput deh pak, aku mau jalan kaki aja”katanya dengan senyum manisnya yang penuh arti, hehehe..

***
     Sulit untuk meyakinkan pak ujang yang ngeyel untuk menjemput ‘den’ Esa, namun Esa juga bersikeras untuk berjalan kaki dengan alasan ingin tahu jalan menuju rumah (?? Ga adakah alasan lain yang lebih meyakinkan?). akhirnya setelah berdiskusi dengan serius, Esa bisa bernafas lega, ia boleh jalan kaki.

     Esa pun segera membenarkan posisi  ranselnya dan berlari mengejar Rama. Esa bingung, rasanya baru sebentar dia menelfon pak ujang, tapi ia sudah kehilangan jejak Rama.

‘huuft...Rama kok cepet banget sih?’ gumamnya dalan hati, nafasnya agak tersengal-sengal setelah berlarian dari sekolah, ‘hufft.. dia keturunannya Flash kali ya..?!’.

 Dahaga hebat menderanya, meskipun bi ida seringkali mengingatkannya untuk ga jajan sembarangan, apalagi es, namun kali ini Esa benar-benar butuh air, air yang dingin! Kebetulah di dekat Esa berdiri, ada warung yang kelihatannya menjual es (keliahatan dari sachet2 pop ice yang bergelantungan di etalase warung dan beberapa jenis buah-buahan). Ia pun berjalan mendekati warung itu,matanya menjelajahi rentetan pop ice dengan berbagai rasa hingga akhirnya dia menjatuhkan pilihan pada pop ice rasa durian, ‘yep..! mantap nih’ langsung saja Esa masuk dan menemui penjual warung itu, seorang ibu2 paruh baya.

“bu, pop ice rasa duuuuuu...ren..”

perkataan Esa ini agak aneh ya? ‘du...ren..’ itu maksudnya apa coba? Sebenarnya pada saat Esa memEsan pop icenya, dia melihat sosok yang ia cari-cari daritadi, yep! Rama. Untuk beberapa saat Esa jadi tidak konsen pada bibirnya untuk berbicara.

 “dek? Pesen apa tadi dek?”tanya ibu tadi, keliahatannya ibu itu kurang bisa mendengar perkataan Esa yang –memang- tidak jelas, mata Esa yang untuk beberapa saat terpaku pada Rama yang sedang duduk sambil meminum pop icenya langsung bergerak lagi dan menatap ibu penjual es sambil nyengir.

”oh, iya, pop ice duren, bu”ujarnya.

”iya, tunggu sebentar ya..”ujar ibu itu sambil mengambil es batu. Esa pun duduk di kursi panjang tempat Rama duduk.

”hei ram..!” sapanya, tampaknya Rama baru menyadari kehadiran Esa, matanya langsung bergerak menatap Esa.

”Esa? “katanya keheranan melihat Esa ada disana,”kok belum pulang?”tanyanya sambil meletakkan gelas pop icenya di meja.

 “iya, jemputanku ga datang, jadi aku jalan kaki aja, toh ga begitu jauh”jawab Esa yang sedikit salah tingkah, ia tampaknya berusaha menghindari kontak mata dengan Rama, tenang aja Sa, dia bukan mentalist yang bisa baca pikiran kamu dengan ‘TATAAAP MATA SAYA...’.

 “oh..”jawab Rama singkat, pandangannya beralih lagi ke arah pop icenya dan mengambilnya.

Tak lama kemudian pop ice Esa sudah siap, Esa sengaja meminta untuk dibungkus di plastik biar bisa diminum sambil jalan, tentu hal ini dilakukan bukan tanpa alasan :P. Rama sudah menghabiskan segelas pop icenya dan merogoh sakunya.

“sudah bu.”ujarnya sambil meletakkan uang Rp.1000 di meja yang langsung disambut oleh ibu penjual es.

”iya dek, makasih ya..” kata ibu penjual es itu.

”sa, aku duluan ya..”kata Rama pada Esa.

”eh, bareng dong, rumah kita kan satu arah”pinta Esa sambil beranjak dari kursi panjang.

“ooh.. ayo deh” jawab Rama.

‘aseek... ga rugi deh, pak ujang ga jemput’pikir Esa sambil berjalan menyusul Rama.

”eh, bayar dulu tuh!”seru Rama.

Esa kaget, ia lupa kalau ia belum membayar pop icenya, iapun berbalik dan melihat ibu itu hanya tertawa kecil.

”oh iya! Tunggu bentar”Esa pun merogoh dompetnya dan mengeluarkan uang 5 ribu,”ini bu, maaf kelupaan tadi, hehe”kata Esa sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.

”haha.. iya gapapa dek, ini kembaliannya ya, terimakasih, selamat datang kembali..”, ujar ibu itu sambil menyodorkan 4 lembar uang seribuan pada Esa sementara esa termenung sesaaT.

‘ceilee…. Jual es aja gayanya kayak kasir indomaret aje..’. Esapun mengambil dan segera memasukkannya dalam dompetnya.

”iya, sama2 bu”ujarnya dan berlari kecil menyusul Rama.

Rama mulai melangkahkan kakinya begitu Esa menyusulnya, mereka pun berjalan menyusuri trotoar. 10 menit berlalu tanpa ada percakapan, Rama berjalan dengan langkah santai dan kedua tangan ia masukkan kedalam saku celananya, sementara Esa berjalan dengan canggung dan kepala agak menunduk. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk mencairkan suasana.

’aku mesti nemu topik nih’gumamnya dalam hati. Ia pun mencoba memulai percakapan.

”ram.”panggilnya pelan pada Rama.

”hmm”jawab Rama datar.

”kenapa si kamu diem?”tanya Esa dengan hati-hati.

”soalnya aku ga ribut”

Buset.. jawaban macam apa tuh, itu Cuma sinonimx doang.. (-_-),

“maksudku, kenapa ga suka berbaur ma temen2 lain, ngobrol-ngobrol gitu?”tanya Esa dengan nada agak gemas.

Rama hanya diam, dia terus melangkah dengan santai seolah ia tak mendengar pertanyaan Esa, hingga akhirnya bibirnya bergerak juga”soalnya aku ga pandai bergaul”.

 Jawaban Rama membuat Esa terdiam sEsaat. Memang sih, ada orang yang seperti itu, tapi tetap saja Esa tidak mengerti, apa susahnya coba, sekedar nimbrung sama temen2, ngobrolin hal2 yang ga penting...

 “tapi kalo kamu sudah bisa bergaul, berarti ntar ga diem dong?”satu lagi pertanyaan konyol, tampaknya Esa sudah terpengaruh oleh Sandi.

 Rama menoleh pada Rama, alisnya mengeryit keheranan dengan pertanyaan yang tidak umum dia dengar dan tahu itu.

”hm.. mungkin”jawabnya singkat dan kembali pada arah pandangannya semula.

Esa tersenyum dan memberanikan diri untuk merangkul pundak Rama.

”kalo gitu, mulai sekarang aku jadi temen baikmu deh,”

Sontak Rama sedikit terkejut dan menatap Esa dengan mata agak melebar.

”jadi kamu jangan diem lagi ke aku, oke!”seru Esa sambil nyengir kuda dan menepuk2 pundak Esa, agak keras sebenarnya.

Dan untuk pertama kalinya Esa melihat Rama tersenyum, ia tersenyum tipis sambil menggeleng2kan kepalanya, bukan geleng2 karena menolak ato karena dia anak dugem (??),  tapi karena heran melihat sikap Esa yang tidak biasa ia temui.

”eh, kok senyum2 sih..?! gimana? Mau kan jadi temen baikku?”tanya Esa sedikit gemas sambil menggoncang2 pundak Rama yang kurus itu.

 Rama melepaskan tangan Esa dari pundaknya lalu menjabatnya sambil tersenyum.

”oke, teman baik”.

Bibir Esa melengkung lebar, hatinya berbunga-bunga sekarang, rasanya seperti terbang menembuh langit ketujuh, hehehe...

“sip..! jadi jangan diem2 lagi ya.. bisa2 kamu dikira ‘Pemakan Bayi’ loh, hehehe..”.

mendengar gurauan Esa, Rama hanya tersenyum tipis. Sungguh indah senyum Rama, membuat Esa jadi ingin selalu memandangnya.

”oh iya, nomer hapemu berapa?”tanya Esa sambil mengeluarkan handphonenya.

 “083847852xxx”jawab Rama, dengan sigap Esa menekan tombol-tombol sesuai dengan nomer yang Rama sebutkan.

“oke sip.”Esa pun menaruh lagi hapenya dan kembali bertanya pada Rama dan Rama menjawab, Esa bertanya dan Rama menjawab, begitu seterusnya, kadang mereka tertawa bersama, kadang Rama menjitak kepala Esa karena kekonyolannya, hingga di persimpangan mereka harus berpisah.

”besok lagi ya, see ya”seru Esa sambil melambaikan tangannya pada Rama.

”see ya”timpal Rama sambil mengangkat tangannya.

Esa pun berbalik dan berjalan kerumahnya, bibirnya tak henti2nya tersenyum mengingat momen2 bersama Rama tadi.

’asiik... akhirnya bisa deket juga ma dia’gumam Esa dalam hati. Ia pun melangkah riang sambil bersiul ke istananya,”wah, ga kerasa sampek juga”ujarnya sambil membuka pintu gerbang.
***

corat-coret

Ada yang hoby corat-coret alias menggambar? Ada yang suka bikin gambar manga?
Kalian bisa kirim gambar kalian ke emailku n aku upload d blog ini. (zalanonymouz@gmail.com)

temanya bebas asalkan yang romantis ya.. :)

ini aku nyumbang satu, ga bisa dibilang romantis sih, coz cuma seorang. ga apalah buat nyoba-nyoba..

Rama

yah kebalik,, -_-"

Aku Bisa Membuatmu Jatuh Cinta Kepadaku Meski Kau Tak Cinta Kepadaku #2

Part 2, 'Rama'

Esa segera memasuki kelasnya, kelas xi ipa2. Ruangan masih sepi, tentu saja, soalnya masih jm 6, bel masuk berbunyi jam 6.45. Esa sengaja masuk lebih pagi supaya bisa menyelesaikan tugas kemarin yang belum selesai ia kerjakan sekaligus menunggu seseorang, yaah.. guess who..? Esa menunggunya bukan tanpa alasan, menurut informasi yang ia dengar, (weh.. kayak agen rahasia aja bahasanya) Rama adalah siswa yang cerdas, bahkan saat kelas x dia jadi peringkat pertama paralel di sma x. Ckckck.. bukan main. Pantes aja dia masuk ipa, ga seperti Esa yang.. ehemm.. klo bole jujur sedikit ‘senggol’2 biar bisa msk di kelas unggulan itu, hehehe.... jadi rencananya Esa bakal mendekati Rama dengan dalih tanya tugas yang ga bisa ia kerjain, meskipun tampaknya banyak yang ga bisa ia kerjain si.. 

‘ah cerewet lu,narator.. critain yang bagus2 donk!’,


 eh kok narator di protes, emang sapa loh! 


‘aku pemeran utamanya tauk..!!’


( -_-) well.. well.. oke pemeran utama yang ganteng n pinter, aku ngalah deh. Eh liat tuh sapa yang dateng! 


‘mana..? mana..?’


. sosok yang Esa tunggu dari tadi akhirnya datang juga, Rama memasuki kelas dan berjalan menuju bangkunya di sudut ruangan, sementara Esa sok sibuk mengerjakan tugasnya-yang sebenarnya Cuma coret-coret kertas kosong, biar keliatan rajin gitu.. 


‘ah diem lu!’.


     Beberapa saat kemudian, saat kekuatan Esa sudah terkumpul, mulailah ia beraksi. 


“ck.. susah banget si!” seru Esa sambil mengacak-acak rambut belakangnya, ia lalu menoleh ke arah belakang, kearah bangku Rama.


”ehmm.. kamu..”panggil Esa pada empunya bangku.


 Rama menoleh,woaa... Esa jadi grogi lagi, tenang Esa.. tenang... 


”Kamu sudah selesai belum, tugas yang kemarin?”tanya Esa agak canggung, jantungnya berdebar kencang menunggu respon pertama dari Rama.


”Sudah”jawabnya singkat.


 “Ehm.. aku boleh pinjam nggak? Aku ada beberapa nomer yang ga bisa nih..”tanya Esa lagi, memelas tanpa mengurangi kewibawaan, itulah prinsip Esa, hehe.. 


“Boleh”.


Esa pun sumringah mendengar jawabannya.


“hehe.. tq..”ujar  Esa sambil berjalan menuju bangku Rama, sementara Rama sedang membuka tas pinggangnya dan mengeluarkan sebuah buku. Esa kini berada di depan bangku Rama, dengan canggung ia menggeser kursi kosong yang dulu ingin ia tempati dan kini sudah ia duduki, sesekali Esa melirik Rama yang kini menyandarkan dagu pada tangannya, matanya menerawang kosong ke depan, entah apa yang ia pikirkan. 


“Eemm.. kita belum kenalan ya..? kenalin, aku Esa”kata Esa sambil mengulurkan tangannya yang kini sudah sedingin es.


 Rama menoleh dan melepaskan sandarannya dan membalas uluran tangan Esa,”Rama” dan sejurus  kemudian dia melepaskan jabatan tangannya dan kembali pada posisinya semula, gile.. dingin banget ni orang, ternyata apa yang dikatakan teman2 yang lain ga Cuma isapan jempol, emang beneran... dingin!


“Hehe.. iya.. mohon kerjasamanya ya”balas Esa sedikit salah tingkah. 


     Kini Esa beralih ke buku yang disodorkan Rama, dia buka lembar demi lembar, dan akhirnya sampai pada halaman tempat tugas kemarin ia kerjakan. 

     
     Tulisannya ga rapi-rapi amat si, tapi jelas. Dari tulisannya Esa bisa tau kalau Rama bukan tipe orang yang telaten seperti dirinya, keliatan dari tulisannya yang terkesan ‘asal jadi’ dan sepertinya ditulis dengan cepat. ini sih kebiasaannya orang2 pinter yang ingin cepat2 menuangkan isi pikirannya, ga kayak orang yg nyontek yang bisa ngukir2 tulisannya dulu, yaa... seperti yang dilakukan Esa saat ini.

 ‘eh, situ punya masalah ya ma aku?!’


 hehe.. si Esa-nya sewot.. ya dah sono kerjain dulu tu tugas, jangan lupa ma tujuan awalmu.. 


‘oh iya.. mesti nyairin suasana nih, masak kaku kayak gini? Ga enak banget’Batin Esa. 


”Eh ram, tadi aku liat kamu jalan ke sekolah, emang rumah kamu dimana?” tanya Esa sambil menulis, meskipun sedikit-sedikit matanya melirik ke Rama.


”Jalan Kapten pattimura”ujarnya agak malas.


”Oh... dekat dong sama aku, aku di Jalan Cut Nyak Dien.”seru Esa agak bersemangat, setidaknya ia tahu kalo rumah Rama ga begitu jauh dari rumah Esa, hanya saja beda persimpangan.


”Hmm..” sahut Rama kian malas, jawaban Rama tadi menyurutkan kembali semangat Esa yang tadi sempat menggebu. 


     Keheningan kembali berkuasa selama 8 menit, tugas Esa sudah hampir selesai, tapi Esa masih belum bisa menemukan topik yang pas untuk dibahas, hampir semua pertanyaan yang ia ajukan hanya dijawab dengan 1-3 kata, singkat banget, dan ga ada feedback sama sekali dari Rama, busett.. susah banget deket ama ni orang, pantesan aja banyak cewek yang keder duluan buat deket ma dia meskipun tampangnya dah sekelas artis film. 


“yah,, kelar, makasi ya ram.. “kata Esa, terpaksa Esa mengakhiri kebersamaannya dengan Rama, Esa sendiri sudah mati gaya duduk disana selama 12 menit.


”ya,,” Sahut Rama datar. 


Esa hanya  bisa tersenyum mendengar respon seadanya dari Rama, iapun kembali ke bangkunya. Baru saja Esa duduk, dika datang, dan beberapa saat kemudian disusul  siswa-siswi lain. Wah-wah.. 6.45 masuk, 6.30 baru datang. 


“eh, tugasmu slesai blom?” tanya dika sambil menghampiri bangku Esa.


”sudah kok”jawab Esa bangga.


Bisa aja lu bangga, hasil nyontek juga.


’crewet,lu!’


 “uizz.. hebat bener,, soalnya kan sulit-sulit, tapi km dah slesai semua”ujar dika kagum saat melihat hasil pekerjaan-lbh tepatnya contekan- Esa. 


     Baru saja dika akan menulis, melani dan Nara datang, disusul dengan sandi yang langsung duduk disamping Esa.


”eh ngerjain apa neh?”selidik sandi sambil melepas ranselnya.


 “tugas kemaren..”jawab Esa santai, dia sudah diatas awan sekarang,hehe... ga percuma datang pagi.


 “oh iya ya, kan sekarang ada pelajaran fisika ya?!”sahut melani yang langsung meletakkan tasnya dan mengambil mengobrak-abrik isi tasnya, “fyuuh... untung aku bawa bukunya”ujarnya cengengesan.


 Esa jadi sanksi apakah semalam dia menata buku peljarannya. Sandi dan Nara pun ambil posisi  untuk menyontek pekerjaan Esa.


“wuih... lengkap euy, pinter juga ya kamu, Sa!”kata melani yang duduk disamping meja Esa, dah pagi sudah Ramai suara geseran bangku.


 “ah ga juga, aku aja nomer yang ini sampe ini nyontek”sahut Esa merendah, lagian mang gitu kenyataannya, dika, melani dan sandi mentapnya keheranan.


”nyontek sapa?” tanya dika.


 Esa pun menggelengkan sedikit wajahnya kearah Rama, membuat ketiganya terperangah.


”beh? Yakin?! Nekat amat?!”celetuk sandi. 


Esa keheranan,”loh, emang kenapa?”


“ya.. nekat aja kamu minta contekan sama orang dingin kayak gitu”ujar sandi yang kini mulai menyalin pekerjaan Esa.


”emang napa? Dia baik kok, cuma pendiem aja”ujar Esa dengan nada sedikit protes, “iya kan mel..? lo.. mel..?”


Esa melongo ketika melani sudah ga ada disampingnya, dan ketika dia menoleh di sudut ruangan, ternyata melani sudah berdiri di bangku Rama. Terdengar jelas bagaimana melani memohon untuk dipinjami buku tugasnya.


‘ih,, genit banget si melani’ujar Esa sewot, -dalam hati tapi-, dan Esa melihat anggukan kepala Rama dan menyodorkan buku tugas yang tadi Esa salin.


    Melani tampak sumringah dan langsung duduk disamping Rama. Esa jadi gemas pada melani, ada-ada saja yang melani lakukan untuk menarik perhatian Rama.


”wuih.. Rama pinter deh, bagi dikit lah,kepinterannya ke melani..”


‘ah, situ aja yang bego,, heh? Dibagi? Emang pizza.dibagi2?’


 “eh, yang ini apasih, tulisannya?”


‘perasaan, tulisannya g jelek2 amat deh, masi jelas. Situ kali yang mesti pke kacamata! Kcmata kuda skalian’


 “ram, jelasin lagi dong.. rumus yang ini.. ga paham2 aku..”


'woaa.. nyontek, nyontek aja..!! ga usah banyak tanya!’ 


     Esa menggerutu terus dalam hati dan lebih terkejutnya lagi melihat Rama dengan ikhlasnya mengajari melani, meskipun tetap dingin, tapi Esa bisa melihat melani menikmati momen itu, mungkin yang ada dalam pikiran melani  'ya Tuhan... kenapa ga dari dulu aja, aku gini ya?’. 


     Tampaknya ga Cuma Esa yang memperhatikan tingkah melani, dika n sandipun geleng2 melihatnya.


“wuih... dasar melani, tau ada peluang langsung main serobot aja” celoteh dika. 


sementara sandi menggumam pelan.”hah.. enaknya jadi cowok ganteng”.


     Esa jadi muak, ia alihkan pandangannya kembali ke mejanya dan Esa melihat Nara. Nara yang diam, tangannya sedikit gemetar dan menulis dengan cepat, entah kenapa Esa jadi mengerti apa yang Nara rasakan, perasaan yang sama dengan Esa saat ini.


 ‘sabar Nara,,’ gumam Esa dalam hati.


 Esa tahu kalau Nara benar-benar menyukai Rama tapi tak sanggup ia ungkapkan, terlebih lagi sahabatnya sendiri menyukai orang yang sama. Yah... Esa hanya menghela nafas panjang dan setelah itu, bel masuk pun berbunyi.


Bersambung..

Aku Bisa Membuatmu Jatuh Cinta Kepadaku Meski kau Tak Cinta Kepadaku #1


part 1, 'Esa'

“Dimana si..?!” gerutu Esa, sudah dari tadi dia berpetualang di seluruh penjuru sekolah, tapi sosok yang ia cari tak kunjung ia temui. Tidak biasanya sosok yang ia cari hilang seperti ini, biasanya pulang sekolah ia menunggu esa di kursi taman sekolah, tapi kali ini dia tidak ada disana. Esa sudah mencari di kelasnya, sudah kosong, dan seluruh sudut sekolah telah ia susuri namun tetap nihil. Huuftt,,, 

esa sudah kelelahan sekarang, ia pun duduk di kursi taman, tempat biasanya ia bertemu dengan orang yang ia cari kini, ia tundukkan wajah sejenak sambil mengatur nafasnya.. ia kesal, tau begini dia mending sms Pak Ujang buat jemput, tapi apa daya. Hapenya mati, lupa charge tadi pagi dan dia sudah bilang pada Pak Ujang untuk ga jemput, pikirnya ia bisa pulang bareng dia.. eh taunya, dianya ga ada.. T_T. Disaat Esa sibuk menyesali nasib tiba-tiba pundaknya ditepuk dari belakang, serentak esa tersadar dan berbalik, berharap yang menepuk pundaknya adalah dia yang ia tunggu-tunggu.
 “Sa? kamu masih disini?” tanyanya pada esa.

Wajah esa yang sedikit berpeluh kini mulai melengkungkan senyumnya,”hehe,, iya, gue nyariin kamu, lagi! Kemana aja Ram?”

“hehe,, sorry Sa, tadi aku diminta tolong Pak Samsul bawain kardus-ga tau isinya apa, beliau naik sepeda motor jadi susah bawanya” katanya. 

Esa mangut-mangut mengerti.

 “jadi, sekarang kamu mau pulang?” kata Rama sambil membenarkan posisi tasnya.

 “ya lah,,! Aku dah daritadi nih nungguin kamu, laper!” protes esa

”ohh.. mang kamu ga dijemput, Sa?”

“nggak,, hape ku mati, mau jalan sendiri juga kan ga enak, ga ada temennya” jelas esa.

 rama hanya tersenyum kecil “ya dah, ayo jalan!”. 

Esa tersenyum lebar dan beranjak dari kursi taman, semangatnya kembali setelah Rama datang dan merekapun berjalan meninggalkan sekolah yang sudah sepi.
***

Yap, namaku Esa Pramanda Aryadhani, hehe.. panjang ya? Maknanya dalem tauk! Sampe-sampe aku aja bingung apa artinya. Banyak yang bilang aku cakep, hehehe.. meskipun akhirnya aku merasa begitu biasa setelah aku bertemu dengan rama, pujaan hatiku. Kulit putih bersih, rambut lurus dan mata –bisa dibilang- sipit, yah.. aku keturunan chinese gitu lah. aku baru 3 bulan di sini, Malang. Asalku si dari Bandung tapi berhubung urusan pkerjaan bokap terpaksa deh pindah kesini. 

Umurku sekarang 16 tahun dan sekolah di SMA X di Malang (nama instansi disamarkan, hehehe) kelas 11. Awalnya canggung juga si, namanya juga siswa pindahan. Ini pertama kalinya aku ngerasain, didepan kelas, berdiri, diliatin puluhan pasang mata, dan ngenalin diri “nama saya Esa Pramanda Aryadhani, mohon kerjasamanya”.

 Yaa.. begitulah.. singkat dan tanggung, hehehe.. saat bu guru-namanya Bu Aini- mempersilahkanku buat milih tempat duduk mataku langsung menyapu seluruh isi kelas, apa ada yang kosong. 

Ada 2 kursi yang masih kosong, mataku terhenti pada sebuah kursi di sudut ruangan. Sebenarnya pandanganku ga ke kursinya si, tapi lebih ke orang yang duduk dikursi sebelahnya, sosok yang mencolok perhatianku.  tapi saat aku ingin kesana, eh taunya cowok yang duduk di kursi kosong satunya-di depan dekat pintu- melambaikan tangannya dan menunjuk kursi di sebelahnya . sungkan aku mau nolak, akhirnya aku-pun duduk di kursi itu dan berkenalan dengan anak pengganggu itu.

 “kenalin, aku Sandi” kata anak itu sambil mengulurkan tangannya.

kubalas tangannya “Esa,,”jawabku singkat, eitz,, jangan lupa, senyum.. .

 “hehe.. kamu dari Bandung ya, eh Bandung itu apanya Jakarta ya?”

“ee...” aku ga tau musti jawab gimana, bodoh banget pertanyaannya buat sebuah perkenalan, pengen si aku jawab ‘oh, sodaranya kok’ tapi berhubung kedengarannya agak kasar dan meremehkan juga, akhirnya kujawab saja “ee... bisa dibilang ‘tetangga’nya”

Sebuah jawaban yang cukup konyol untuk pertanyaan yang bodoh, eitz.. jangan lupa, tetep senyum . Kulihat sandi mangut2, entah ia mengerti atau tidak tentang permisalan yang kuungkapkan tadi tapi beberapa saat kemudia dia menengokku lagi “eh tapi bandung itu kan..”

 belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya – syukurlah- bu Aini menegurnya “hushh,,! Kenalannya nanti saja! Sekarang waktunya pelajaran!” tegur beliau dengan nada agak jengkel.

sandi pun mengangguk sambil meringis dan kembali pada posisinya semula, sementara aku hanya tersenyum geli. Saat bu Aini kembali menjelaskan mengenai prinsip Manajemen dan pandangannya beralih ke papan tulis, kusempatkan menengok ke arah belakang, ke arah sudut ruangan. Sesosok lelaki, yang menurutku, begitu berbeda, entah kenapa. aku jadi ingin berkenalan dengannya. Istirahat nanti bakal ku coba kesana dan kenalan dengannya, hehe.. sippp.

(jam istirahat)

Aku masi duduk manis di kursiku, lebih tepatnya kaku gelisah tak menentu. Sandi dan murid2 lainnya pergi ke luar dengan urusannya masing-masing, kebanyakan keluar mencari makan siang. Di kelas hanya ada aku dan dia. Dia duduk dan kepalanya ia sandarkan pada sudut tembok, matanya terpejam.

 Keinginanku yang menggebu2 untuk berkenalan dengannya hilang entah kemana, yang ada sekarang malah grogi, kesana, enggak, kesana, enggak... yah, kuakui kalau aku berbeda dengan lelaki pada umumnya, aku punya ketertarikan khusus dengan cowok, ehemm.. yah kalian pastinya sudah tahu, ga usa dibahas lagi. Tapi selama ini ga ada cowok yang bisa bikin aku sampai begini groginya, apakah ini cinta? Wekk... kayaknya terlalu cepat kalo dibilang cinta, mungkin ini ketertarikan biasa. Soalnya dia dimataku begitu..... sempurna.. (ala andra n the backbone). Kulitnya putih, hidungx mancung, bibir tipis, rambut lurus n sudah agak panjang si, sekilas mirip steven william deh, hehe.. kecuali mungkin alisnya sdkit lebih turun, jadi wajahnya tampak sedikit sendu-sendu memelas gimanaaaa gitu, cakep dah pokoknya! 

Kukumpulkan seluruh keberanianku dan kubulatkan tekad untuk duduk disampingnya, namun ketika aku akan beranjak dari kursi ini, sandi dan beberapa teman-temannya masuk kedalam kelas, akupun kembali duduk dan menggerutu dalam hati ‘buangsaatt,,!!’.

 Sandi duduk disebelahku sambil membawa seplastik gorengan”mau?”

aku menggeleng dan tak lupa, senyum. 

“loh,, kamu ga laper?” tanyanya lagi.

 “nggak kok, tadi dah makan roti dari rumah”.

 “ooh.. ya dah, aku makan ya..”.

“hmm.. silahkan..” tak lama kemudian beberapa siswa lain menghampiri bangku kami, dan akupun berkenalan dengan mereka satu persatu. 

Ada Melani, Juna, Cika, Dewi, Surya, Nara, Afan dan Dika. Selang beberapa lama kami sudah mulai akrab, mereka banyak bertanya tentang kota tempat aku dulu tinggal, sesekali mereka bercanda dengan menggunakan bahasa jawa yang sama sekali tidak aku mengerti. Dan disela-sela keramaian itu, aku kembali menengok cowok itu.

 Setelah istirahat, ternyata jam kosong, alhasil murid2 nganggur di dalam kelas dan melupakan tugas yang diberikan guru piket. Satu hal yang esa tidak pahami adalah cowok itu tetap sendiri, keramaian dan hiruk pikuk murid2 seakan tidak mampu menarik perhatiannya, tetap sendiri dan menulisi bukunya, tampaknya ia mengerjakan tugas itu.

 “eh, cowok yang di pojok itu siapa si? Kok diem aja daritadi” tanyaku pada Sandi dkk.

 “oh,, dia? Yang cakep itu yah? Namanya Rama Aditya Putra. Tau tuh.. sukanya sendiri.”kata melani yang kini menyandarkan tangannya pada pipinya, memandangi cowok yang namanya Rama itu.

 “kok gitu? Emang kalian ga ajak ngobrol ato main gitu?” tanyaku lagi, belum puas rasanya mengorek informasi tentang rama yang misterius itu.

 “udah kali, tapi kebanyakan anak-anak ga kuat sm diemnya, dia kalo ga ditanya ya ga ngomong,, itupun jawabnya ala kadarnya”kata dika.

 “iya,, dulu aja aku pernah duduk dibangkunya selama 1 jam pelajaran, mati bosen aku didiemin ma dia..! kayak duduk disamping balok es!”terang juna menggebu-gebu, sandi cekikikan mendengarnya.

 “ya kamunya si, ga pinter2 nyairin suasana! Anak kayak gitu msti terus diajak ngobrol biar dia bisa agak terbuka”jelas dewi sambil menggerak-gerakkan tangannya selayaknya guru keganjenan,hehe.. semoga dewi ga bisa membaca kata hatiku ini.

”lah, obos tok koe iki,wi’,,!” sentak juna dalam bahasa jawa yang aku tidak mengerti.

 Nara yang daritadi diam tiba-tiba angkat bicara”udah ah! Jangan gosipin dia mulu’,,!”.

 anak-anak cekikikan,”ciee... istrinya marah neh..”goda melani.

 aku agak terkejut mendengarnya,”istri?”gumamku pelan, tapi tampaknya cika mendengarnya.

”hehe... iya.. dia taksirannya Nara dari dulu tuh, Cuma diempet-empet,hahaha..”

Mendengarnya, wajah Nara memerah, kelihatannya kata-kata cika barusan tepat mengenai sasaran.

”ah, apaan si! Sembarangan aja! Jangan bikin fitnah di depan anak baru donk..”protesnya sementara anak-anak lain masih ribut dengan kata ‘ciee...’nya.

 “eh, udah deh akuin aja,, ntar lama-lama kalo aku khilaf, aku ambil duluan loh!”ancam melani.

 entah itu semacam gurauan atau ancaman, yang jelas itu membuatku sedikit ga nyaman, sementara Nara tersenyum kecut.

”pede amat! Emang dia mau ama situ?!” cibir dewi sambil sedikit memajukan bibir bawahnya, membuatnya tampak sangat menyebalkan.

”eh eh eh,, ga percaya? Aku Cuma butuh timing yang tepat aja kok” dalih melani, meskipun sebenarnya dia tampak tersinggung juga. 

Aku hanya tersenyum mendengar celotehan mereka dan mencoba mencerna semua informasi yang aku terima hari ini. Setidaknya aku tahu namanya dan sedikit tentang kelakuannya yang katanya ‘dingin’, hehehe... menarik.

 Bel pulang tak lama lagi berbunyi, tinggal 20 menitan. Murid2 kelas XI IPA2 yang kebetulan sedang jam kosong-pun langsung menyambar tas mereka dan pulang. Hehe.. buat apa nunggu sampe bel bunyi, cabut aja kale! 

Sementara aku membereskan buku-bukuku kedalam tas dan begitu selesai, kupake dah itu tas n siap go home! Saat aku beranjak dari kursiku dan berjalan menuju pintu, dia berjalan didepanku, rama. Aku berhenti sejenak, membiarkan ia berjalan lebih dulu, jantungku berdegup kencang, dia semakin mendekat... dan saat dia sudah di depanku, dia sedikit menengok ke arahku, mata kami bertemu untuk sepersekian detik, dan dia mengalihkan lagi pandangannya, dan dia menghilang, sementara aku masih terdiam di sana. Aku tersenyum dan melangkahkan kakiku keluar, menuju mobil jemputanku.

***

Malam harinya, Esa masih melamun di meja belajarku. Masi terbayang dibenaknya saat ia dan Rama saling bertatapan. Masih teringat dibenaknya mata Rama yang hitam dan sendu. Esa tidak tahu pasti apa yang dirasakannya tapi entah kenapa Esa merasa iba padanya. Esa jadi ingin lebih dekat dengannya, tapi bagaimana?? Di dekatnya aja Esa dah gemeteran, tapi yah.. harus bulatin tekad nih,,

” pokoknya besok aku harus bisa –minimal- duduk disebelahnya, harus!!” seru Esa dalam hati.

Tapi Esa masih memikirkan kata teman-temannya, Esa juga bakal pikir-pikir kalo entar dikacangin kayak juna, bisa mati salting dia kalo gitu caranya .

Beberapa saat kemudian mata Esa tertuju pada tugas jam kosong tadi yang belum ia kerjakan, kemuadian ia tersenyum dan mulai mengerjakannya. Dalam benaknya tersusun skenario sederhana yang ia pikir bakal berhasil

“hehe... seenggaknya ada yang bisa dijadiin bahan , hehehehe....”ujarnya pelan dan mulai sibuk mengisi poin-poin pertanyaan yang ada.

”ah susah! Ga usah dikerjain, yap nomer selanjutnya... ah susah juga! Oke dah lanjutt..!”
***

Esok paginya Esa sudah siap berangkat menuju sekolah barunya itu. Sudah bulat tekadnya pagi itu untuk berkenalan dengan Rama,

”yooshh... bi’,, Esa berangkat yaa...” pamit Esa pada bi’ ida, pembantu d rumahnya,

”iya den,, ati2 di sana ya den,”ujar bi ida kalem.

Esa hanya tersenyum dan menutup pintu mobilnya, dan pak ujang pun langsung menjalankan mobil meninggalkan istana Esa yang megah.

Yah.. beginilah Esa. Ayahnya seorang businessman yang usahanya ada dimana-mana dan hampir tidak pernah menginjakkan kakinya di rumahnya sendiri, ibu Esa sudah meninggal 11 tahun yang lalu, otomatis hari2 Esa hanya ditemani oleh bi ida, pak ujang dan 2 pembantu lain, bi surti dan mbak ina, hehehe... namax agak gimana ya.. btw Esa kini sudah separuh perjalanan menuju sekolah, Esa mengamati keadaan jalan yang dilaluinya.

Pagi ini jalan sudah begitu Ramai dengan anak sekolah, orang kantoran, pedagang, pengemis, orang gila (loh?!) , namun dalam keRamaian itu, mata Esa menangkap sosok yang menarik,

"hmm... perasaanku aja ato dia..” dan begitu mobilnya melewati sosok itu, barulah Esa dapat melihat wajahnya.

“Rama?!”

Esa terus melihat sosok itu, memastikan bahwa yang ia lihat benar2 Rama, hingga akhirnya sosok itu menghilang begitu mobil Esa berbelok dan Esa pun kembali pada posisinya semula.

‘kalo dia jalan ke sekolah, berarti harusnya rumahnya disekitar sini, ga jauh-jauh amat ama rumahku’ gumam Esa dalam hati.

‘yah,, lumayan.. bisa buat bahan nanti’ gumamnya lagi sambil tersenyum simpul.

Pak Ujang menangkap pemandangan itu dari cermin spion sedikit heran dengan kelakukan majikannya itu.

”eh, kenapa den, senyum2 sendiri?”cibirnya dengan logatnya yang khas Tegal.

”ah, ada deh..”kilah Esa.

”den.. den. ini sudah sampek nih”ujar pak ujang sambil geleng-geleng kepala.

Esa pun membuka pintu mobil dan turun, “ntar jemput jm 1 ya pak”seru Esa sambil menutup kembali pintu mobilnya.

“oke den”jawab pak ujang singkat sambil menutup kaca jendela mobilnya dan mobil hitam itu pun berjalan meninggalkan sekolah.

bersambung...

Salam.. namaku.. rahasia sebenarnya :) tapi kalian bisa panggil aku Zalanonymouz.
Di blog ini sebenarnya aku bingung mau masukin apaan, coz aku juga baru pertama bikin blog, hehe..
jadi kuputusin untuk upload cerita-ceritaku disini.
Jangan kaget kalo ceritaku 'nyeleneh' karena beberapa ceritaku bertemakan 'gay', meskipun ada rencana aku juga bakal posting cerita yang 'normal', hehe..
Aku cuma ingin menyampaikan pada orang-orang, bahwa kehidupan kaum gay itu tidak seburuk pandangan orang. banyak yang menghujat, banyak yang memandang sebelah mata, tanpa mereka tahu jika mereka (para cow gay) juga manusia yang memiliki perasaan. Sebagian dari mereka juga tidak ingin seperti itu, mereka hanya terjebak dalam situasi yang membuat mereka tersudut.

Berkat orientasi seks mereka yang berbeda, mereka memiliki kehidupan yang unik dengan permasalahan yang kompleks, khususnya dalam hal dunia percintaan mereka. Untuk itu, sebenarnya kisah bertemakan gay cukup menarik untuk diangkat.

Untuk cerita pertama aku posting cerita perdana n paling kusuka, judulnya 'Aku Bisa Membuatmu Jatuh Cinta Kepadaku Meski Kau Tak Cinta Kepadaku'. Kepanjangan ya? Haha... Ya memang gitu, cuma judul itu yang menurutku paling menggambarkan isi cerita ini.

Mungkin sebagian dari kalian sudah pernah membaca cerita ini karena memang cerita ini sudah di upload d beberapa situs. Ada yg menyingkat judulnya jadi "Membuatmu Cinta Padaku", ga masalah, toh mereka juga sudah berkonsultasi dgn aku selaku authornya. Tapi aku lebih suka dengan judul aslinya, yang lebih panjang, hehe..

Aku akan lebih suka jika ada komentar dan masukan untuk cerita yang aku upload, jadi mohon bantuannya :)

Oke, segitu aja salam dariku, selamat menikmati.